Minggu, 01 Juli 2012

Sintong Panjaitan, sang prajurit komando Hubungan Sintong Panjaitan dengan Prabowo Subianto, mengalami saat-saat yang dekat dan kemudian retak bahkan boleh dikata terputus. Sebelum kejadian tahun 1985, Sintong dan Prabowo adalah anggota sesama warga “baret merah” yang dikenal punya kedekatan emosional yang cukup tinggi. Sintong boleh dikata tak pernah menjadi atasan langsung Prabowo. Karena pada saat itu Prabowo masih berpangkat kapten, sementara Sintong sudah Kolonel. Hubungan antara Sintong Panjaitan dengan Prabowo Subianto, agaknya punya cerita tersendiri. Dalam buku tulisan Hendro Subroto itu, paling tidak ada 4 kali kejadian yang melibatkan Prabowo Subianto. Di tahun 1983, Kapten Prabowo Subianto pernah mengatakan bahwa Benny Moerdani akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soeharto. Prabowo dengan pangkat Kapten, bahkan sempat menemui beberapa jenderal perihal tuduhannya itu. Tapi para jenderal itu tak percaya dengan tuduhan Prabowo. Tanpa seijin atasan langsungnya, Prabowo bahkan berencana menyiapkan pasukannya untuk melakukan “pengamanan” (dalam tanda kutip) terhadap beberapa jenderal.Kejadian kedua adalah ketika Prabowo memaksa menghadap untuk mempertanyakan kepindahannya dari Kopasandha ke Kostrad. Kejadian ke tiga adalah ketika Prabowo Subianto, diperiksa oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Dimana Prabowo diperiksa dengan kaitan aksi Tim Mawar Kopasus yang menculik sejumlah aktivis. Menurut Sintong, sebagai Komandan Kopasus, Prabowo seharusnya mengetahui dan bertanggung jawab atas kegiatan Tim Mawar. AnggotaTim Mawar mengatakan bahwa mereka mendapat perintah dari Mayor Bambang Kristiono. Pengadilan militer tidak meneliti tuntas, dari mana asal perintah yang sesungguhnya. Padahal dalam tradisi “baret merah” sekecil apapun kegiatan anggota komando, selalu diketahui Komandan. Mekanisme itu sudah standar di lingkungan “baret merah”. Ketika anggota “Tim Mawar” Kopasandha/Kopasus dijatuhi hukuman karena terkait penculikan para aktivis. Pada waktu itu Prabowo adalah Komandan Jenderal Kopasus. Sintong Panjaitan menangis karena mantan anakbuahnya dihukum akibat melaksanakan perintah atasannya. Kejadian ke empat adalah ketika Prabowo yang baru dipecat sebagai Panglima Kostrad oleh Presiden Habibie, memaksa untuk menemui Habibie dan mempertanyakan pemecatannya. Sintong Panjaitan sebagai Penasihat Presiden Habibie, “memaksa” Prabowo melepas pistolnya ketika akan melakukan pertemuan empat mata dengan Habibie. Sintong teringat kejadian di Korea Selatan, ketika Presiden Park Chung Hee ditembak mati dari jarak dekat oleh Jenderal Kim Jae Gyu di istana presiden Korsel. Sumber : togarsilaban.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar