Sabtu, 23 Juni 2012

HUKUM EKONOMI INDONESIA

HUKUM EKONOMI DI INDONESIA Indonesia adalah Negara hukum menurut UUD 1945 pasal 1 ayat 3. Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek, termasuk aspek ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi tidak akan berhasil jika tidak ada pembaharuan hukum. Mengapa demikian ? Hal ini dikarenakan bahwa perekonomian bersifat berfluktuatif sehingga ada masanya suatu perekonomian di Negara itu berkembang dan ada pula yang surut. Guna pembangunan perekonomian maka hukum ekonomi juga harus disusun berlandaskan kondisi ekonomi yang terjadi. Di Indonesia hukum ekonomi adalah sebagai suatu alat untuk mengatur perekonomian Negara sehingga Hukum ekonomi Indonesia harus mampu menciptakan keseimbangan pembangunan antara pusat dan daerah. Hukum yang mengatur tentang perekonomian di atur dalam pasal 33 UUD 1945 yang berisi tentang : • Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan • Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. • Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat • Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. • Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Ayat ke-1 yang berisi “ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan ” dapat kita pahami bahwa sesungguhnya apapun yang menyangkut perekonomian akan dilakukan secara bersama dan berlandaskan atas asas kekeluargaan yang merupakan salah satu cikal bakal koperasi. Dari ayat ini bisa kita simpulkan bahwa sesungguhnya perekonomian akan dibangun secara bersama sehingga memiliki struktur dsara atau pondasi yang kuat untuk perkembangan perekonomian Negara. Ayat ke-2 mengenai “Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.” Menurut Mahkamah Konstitusi, makna dikuasai oleh negara adalah rakyat secara bersama member mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu cabang-cabang produksi yang penting seperti energi bumi seperti listrik dan sumber daya alam seharusnya di kuasai oleh Negara sehingga Negara mampu memenuhi kesejahteraan rakyatnya. Saat ini bias kita temui banyak sector-sektor penting yang seharusnya membuat masyarakat lebih sejahtera dilakukan oleh pihak asing sehingga bukan untuk kesejahteraan rakyat, namun hanya demi untuk kepentingan kelompok dan keuntungan bisnis semata. Ayat ke-3 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pada ayat ketiga adalah penjelasan lebih lanjut dari ayat kedua bahwa bumi, air dan kekayaan alam jelas harus dilakukan dan dikuasai oleh Negara. Untuk masalah air sendiri malah peran Negara sangat kecil, pihak asing lebih banyak menguasai sektor ini, seperti ketersediaan air bersih. Bisa dilihat dari banyaknya produk air mineral adalah hasil olahan pihak asing. Begitu pula dengan kekayaan alam yang seharusnya digunakan sebaik-baiknya akan tetapi dikeruk terus menerus sehingga kondisi alam di Indonesia juga semakin rusak dan habis dengan industri pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan. Pada ayat ke-4 bisa kita pahami jika kita lihat dengan kondisi yang ada di lapangan akan jauh berbeda dengan isi pasal 33 UUD 1945 ayat ke-4. Banyak prinsip-prinsip dalam ayat tersebut yang dilanggar pada saat ini terutama prinsip berkeadilan, efisiensi serta berwawasan lingkungan. Dalam prinsip berkeadilan banyak masalah-masalah ekonomi yang timbul karena ketidak adanya keadilan. Dalam korupsi misalnya, mereka para koruptor leluasa menggunakan uang Negara, uang hasil pajak rakyatnya, uang yang seharusnya untuk kemakmuran dan untuk mensejahterakan rakyatnya akan tetapi digunakan untuk kepentinga pribadi. Dengan demikian masalah seperti kemiskinan, infrastruktur serta tata kota tidak akan pernah berjalan dengan baik. Kemiskinan semakin merajalela, infrastruktur amburadul dan tata kota yang buruk yang menyebabkan berbagai masalah lain seperti kemacetan dan banjir sehingga kegiatan perekonomian jelas terganggu. Mernutut saya, saat ini kondisi hukum Indonesia secara umum masih kurang baik. Selain itu, kondisi hukum ekonomi di Indonesia ternyata juga tidak dapat dikatakan baik. Sebagai negara yang menerapkan sistem ekonomi pasar dalam memandu perekonomiannya, Indonesia juga tidak terhindar dari berbagai permasalahan-permasalahan seperti yang dialami oleh sebagian negara-negara berkembang lainnya dalam menjalankan dan memaksimalkan sistem ekonomi pasarnya tersebut. Sistem ekonomi pasar yang diharapkan dapat menyehatkan perekonomian Indonesia, yang terjadi justru sebaliknya sistem ekonomi pasar malahan menyuburkan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat di dalam pasar, dan menyebabkan pasar menjadi semakin tidak efesien. Tidak berfungsinya sistem ekonomi pasar salah satunya disebabkan oleh ketiadaan kelembagaan hukum ekonomi yang kuat dan sehat. Kelembagaan yang kuat dan sehat disini maksudnya ialah kelembagaan hukum ekonomi yang lebih kurang mampu menciptakan stabilitas dan keadilan bagi kepentingan-kepntingan para pelaku usaha negara. Sedangkan kelembagaan hukum ekonomi yang ada di Indonesia dewasa ini telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada, sehingga perlu dilakukan penyesuaian kelembagaan hukum ekonomi yang ada agar dapat mendukung berkerjanya ekonomi pasar di Indonesia. Penyesuaian kelembagaan hukum ekonomi ini dilakukan dengan cara salah satunya melalui proses transplantasi hukum seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Tidak berbeda pada masalah hukum secara umum, masalah lain yang terkait dengan hukum ekonomi juga melibatkan para institusi-institusi penegak hukum, seperti kejaksaan, polisi dan pengadilan. Institusi penegakkan hukum di Indonesia ternyata tidak bisa diharapkan terlalu banyak dapat menyelesaikan sengketa bisnis yang terjadi diantara pelaku ekonomi di dalam pasar dengan baik. Sehingga tidak heran kalangan pelaku ekonomi di Indonesia lebih memilih menyelesaikan sengketa bisnis mereka dengan menggunakan lembaga lain dibandingkan mereka harus mempercayakan penyelesaian sengketa bisnisnya pada pengadilan di Indonesia. Hingga saat ini terkadang di Indonesia pun kita tahu hukum yang ada di Indonesia belum berjalan dengan semestinya walaupun sudah jelas di Indonesia memiliki hukum ekonomi. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kemajuan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat bergantung oleh adanya dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat. Namun yang terjadi kelembagaan hukum ekonomi di Indonesia tidak dapat mengikuti perkembangan ekonomi yang ada. Padahal, ekonomi tidak bisa bekerja sendiri tanpa produk hukum dan juga politik, tetapi sayangnya, perkembangan ekonomi selalu lebih cepat dibanding pembuatan produk hukumnya. Inilah sebabnya, percepatan ekonomi di Indonesia tidak bisa berlangsung dengan cepat. Salah satu contoh tentang lambatnya percepatan pembangunan ekonomi akibat tidak adanya produk hukum yang mendukung Sumber : 1. http://dhiasitsme.wordpress.com 2. http://khairunnisafathin.wordpress.com

INVESTASI INDONESIA

PROSPEK INVESTASI DI INDONESIA Direktur Quvat Management dari Singapura, Thomas T. Lembong, mengatakan bahwa peluang investasi di Indonesia yang begitu besar harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik oleh pemerintah, pelaku bisnis, maupun investor. Menurut Thomas Lembong , di Jakarta, Minggu, saat ini, Indonesia menjadi negara di Asia yang diminati untuk investasi, selain China dan India. Tren ini, ujarnya, harus digunakan sebaik-baiknya. kunci dari kesuksesan investasi di Indonesia adalah kerja sama semua pihak, yakni pemerintah, pelaku bisnis, dan investor. Peluang investasi di Indonesia sangat besar mengingat Indonesia adalah negara berkembang. Menurut penerima Young Global Leader dari WEF dari sisi sarana dan prasarana yang mendukung investasi, Indonesia tidak kalah dengan negara berkembang lainnya, seperti China dan India. Meskipun dibandingkan dengan negara maju, Indonesia masih menghadapi banyak masalah. Harga batubara yang terus membaik membuat sektor ini makin menggiurkan bagi investor. Selain itu batubara juga tidak terpengaruh langsung dengan kondisi krisis pangan dan minyak mentah yang terjadi secara global. “Pasar batubara dalam negeri akan meningkat tajam terutama karena dibangunnya banyak PLTU batubara.Peluang ekspor ke luar negeri sangat bagus karena batubara Indonesiamemiliki keunggulan komparatif dan kompetitif,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) Jeffrey Mulyono. pertambangan batubara memiliki arti sangat penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Selain sebagai salah satu sumber penerimaan pajak juga karena menjadi pasokan sumber energi primer dan bahan baku industri. Secara nasional industri tambang menyumbang kepada PDB sebesar Rp 50,6 triliun (2,8 persen). “Di Kutai Timur misalnya menyumbang 74,7 persen dari PDRB. Ini artinya pertambangan penting bagi daerah,” katanya. Saat ini ada tiga pelaku pertambangan batubara Indonesia yakni BUMN PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), Tbk., Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dan Kuasa Pertambangan. Keberhasilan industri tambang batubara di Indonesia dibuktikan oleh salah satu pelaku tambang batubara terkenal PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero),Tbk. (PTBA). Harga batubara yang terus naik membuat BUMN ini berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 1,2 triliun di kuartal I 2008. Dalam rilis yang diterima Persda Network, ada kenaikan sebesar Rp 28,89 persen dari pendapatannya setahun lalu yang sebesar Rp 957,4 m. Sekretaris Perusahaan PTBA Eko Budhiwijayanto mengatakan harga jual rata-rata (tertimbang) batubara perseroan di pasar ekspor pada Januari-Maret 2008 naik siginifikan 36 persen menjadi 59,7 dolar AS per ton dari 43,8 dolar AS per ton pada periode yang sama tahun 2006. Sebagian besar harga jual batubara di pasar ekspor ini menggunakan harga kontrak tahun sebelumnya karena sebagian kontrak menggunakan Japanesse fiscal year yang mempunyai periode April-Maret Harga jual rata-rata (tertimbang) di pasar domestik juga naik sebesar 22 persen menjadi Rp 412.403 per ton. PTBA menargetkan, volume penjualan batubara tahun ini bisa mencapai 13 juta ton, naik 20% dari volume penjualan di tahun 2007.untuk merealisasikan rencananya itu, PTBA akan menyelesaikan dua proyek penting PTBA, yakni PLTU Tambang Banjarsari dan PLTU Tambang Bangko Tengah. (Persda Network/aco) Inventasi Kelapa Sawit Investasi kebun kelapa sawit memang sangat menguntungkan. BUMN kita, yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN), juga menjadikan sawit sebagai andalan pemasukan ke kas negara. Produk kelapa saeit adalah minyak sawit mentah (CPO, Crude Palm Oil). Harga CPO di pasar internasional akan terus membaik. Sebab krisis bahan bakar dunia, juga akan berpengaruh ke naiknya harga CPO. Kelapa sawit yang kita budidayakan adalah hibrida antara sawit Amerika Latin (Elaeis malanococca), dan sawit Afrika Barat (Elaeis guineensis). Penghasil CPO dunia adalah Malaysia dan Indonesia, dengan total hasil 30 juta ton per tahun. Hasil CPO per hektar per tahun, rata-rata 5,5 ton. Harga CPO saat ini Rp 7.300,- sampai Rp 7.500,- per kg. (lokal); dan 750 dolar AS per ton (ekspor). Hingga berkebun kelapa sawit memiliki prospek yang sangat baik. Namun, skalanya harus luas. Di Jawa, hanya ada dua kebun sawit dan pabrik CPO. PT Condong Garut di Kab. Garut, Jawa Barat, milik Tommy Soeharto, dan kebun Bojong Datar, di Kab. Pandeglang, Banten, milik PTPN VIII. Pulau Jawa, sebenarnya tidak terlalu tepat untuk kebun sawit, sebab nilai lahannya sudah terlalu tinggi. Nilai investasi kebun sawit (di luar pabrik), antara Rp 25 juta, sampai dengan Rp 30 juta per hektar. Hingga, kalau ada tawaran membeli kebun sawit Rp 15 juta per hektar, justru meragukan. Sejak 10 tahun silam, di pasaran banyak beredar benih sawit palsu. Buah kelapa sawit bahan CPO, disemai untuk dijadikan benih. Biji yang rontok di kebun dan tumbuh, juga dipasarkan sebagai benih. Benih palsu ini akan menjadi sawit jantan yang tidak berbuah. Kalau menjadi sawit betina pun produktivitasnya sangat rendah. Kebun sawit dengan benih palsu ini, arealnya sampai puluhan ribu hektar dan terutama terkonsentrasi dari Riau sampai Sumatera Selatan. Ada baiknya, kalau sebelum melangkah lebih jauh, Anda dan teman-teman yang berminat investasi sawit, berkunjung ke kebun Bojong Datar di Pandeglang, Banten. Namun untuk bisa berkunjung ke Pandeglang, kita harus minta ijin secara tertulis terlebih dahulu, ke Direksi PTPN VIII di Bandung. Menanam sawit dari awal dengan benih yang benar, tetap lebih baik. Meskipun sekarang ini, baik Indonesia maupun Malaysia, sama-sama defisit benih sawit. Sumber : • http://www.antaranews.com • http://www.tekmira.esdm.go.id • http://foragri.wordpress.com

Sabtu, 16 Juni 2012

LEASING ( SEWA-GUNA-USAHA) Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang – barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat lansung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor. Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. SEJARAH PERKEMBANGAN LEASING Pranata hukum sewa menyewa yang dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam sejarah paling tidak sudah ada sejak lebih kurang 4500 tahun Sebelum Masehi. Yakni sewa menyewa yang dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang Sumeria. Perkembangan leasing dalam sejarah Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga fase sebagai berikut: 1.Fase Pengenalan Fase pertama merupakan fase pengenalan dari bisnis leasing di Indonesia terjadi antara tahun 1974 sampai dengan tahun 1983. Fase pertama kali ini dimulai dengan keluarnya beberapa tahun 1974 yang khusus mengatur tentang pranata hukum leasing tersebut. Dalam fase ini, leasing belum dikenal masyarakat, dan perkembangannyapun tidak begitu pesat. Kosekuensinya jumlah perusahaan leasing waktu itu belum seberapa dan jumlah transaksinyapun masih relative kecil. Sampai dengan tahun 1980, jumlah perusahaan leasing hanya berjumlah 5 buah dengan besarnya kontrak Rp 22,5 miliar. Dan sampai dengan tahun 1984, jumlah perusahaan leasing bertambah sehingga seluruhnya menjadi 48 buah dengan total kontrak Rp 436,1 miliar. 2. Fase Pengembangan Fase kedua yang merupakan fase pengembangan ini terjadi kira-kira antara tahun 1984 sampai dengan tahun 1950. Dalam fase kedua ini, bisnis leasing ini cukup pesat perkembangan berbarengan pesatnya pertumbuhan bisnis di Indonesia. Ini terlihat misalnya pada indicator peran dan kontribusi leasing terhadap investasi nasional sacara keseluruhan. Dalam hal ini, dari 2,60% di tahun 1986 misalnya menjadi 6,32% di tahun 1989. Demikian juga perkembangan perusahaan dan jumlah besarnya kontrak leasing, dimna jumlah perusahaan 89 buah di tahun 1986, dengan nilai kontrak Rp 645 miliar, bertambah menjadi seluruhnya 122 buah perusahaan di tahun 1990, dengan nilai kontraknya tidak kurang dari Rp 4,061 triliyun. Pada fase kedua ini, beberapa segi operasionalisasi leasing telah berubah, misalnya dalam hal metode perhitungan penyusutan untuk kepentingan perpajakan. Hal ini akibat berlakunya UU pajak 1984. Sementara sistem pelaporan pajak dalm period eke dua ini masih memakai operating metode seperti pada fase sebelumnya,tetapi dengan beberapa distorsi. 3. Fase Konsolidasi Fase ketiga, yang merupakan fase konsolidasi dari perkembangan leasing di Indonesia ini, terjadi sejak tahun 1991 sampai sekarang. Pada periode ini izin-izin pendirian perusahaan leasing yang sebelumnya diperketat, kemudian dibuka kembali. Perusahaan multi finance juga banyak didirikan pada periode ini. Dan, salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada fase konsolidasi ini adalah diubahnya sistem perpajakan, dari semula dengan operating metode berubah menjadi financial metode. Perubahan sistem perhitungan perpajakan ini mulai berlaku sejak 19 Januari 1991, berdasarkan ketentuan dalam SK Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991. Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dan untuk membiayai pembelian barang – barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara 3 -5 tahun atau lebih. Pihak utama dalam leasing, menurut Ahmad Awari, ada beberapa pihak yang terlibat dala perjanjian lease, yaitu sebagai berikut : 1. Pihak perusahaan sewa guna usaha (Lessor) adalah perusahan atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada lessee dalam bentuk barang modal. 2. Perusahaan penyewa (Lesse) adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. 3. Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lesse dengan pembayaran secara tunai oleh lessor. CIRI-CIRI LEASING Ciri – ciri adalah sebagai berikut : 1. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda lease tersebut. 2. Hak milik benda lease ada pada leasor 3. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda – benda yang digunakan dalam suatu perusahaan. JENIS – JENIS LEASING 1. Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan) Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang beruba uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah rental ini secar keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah fktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan menjadi 2, yaitu : a. Direct finance lease Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee. b. Sale and lease back Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease. 2. Operating lease (sewa menyewa biasa) Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan. 3. Sales – Typed Lease (sewa guna usaha penjualan) Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan. 4. Leveraged Lease Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi. 5. Cross Border Lease Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda. Penggolongan Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing) 1. Independent Leasing Company Perusahaan sewa guna usaha merupakan suatu perusahaan yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan suatu produsen barang modal sehingga dalam pembiayaan barang modal yang dilakukan oleh independent leasing company ini dapat beragam ( tidak terfokus kepada satu merek barang modal, tetapi dapat terdiri dari berbagai merek maupun jenisnya). 2. Non Independent Leasing Company Perusahaan sewa guna usaha ini merupakan suatu perusahaan yang mempunyai hubungan langsung dengan produsen barang modal, dimana pendirian perusahaan sewa guna usaha untuk meningkatkan penjualan barang modal yang diproduksi oleh produsen yang bersangkutan. 3. Captive lessor Sering juga disebut two party lessor yang melibat dua pihak. 4. Lease broker atau packager Berfungsi mempertemukan calon lesse dengan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang modal dengan cara leasing tetapi lease broker ini tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya. PROSEDUR MEKANISME LEASING Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut : 1. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan. 2. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap. 3. Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sew lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani. 4. Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut. 5. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual. 6. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier. 7. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada supplier. 8. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier. 9. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah dditentukan dalam kontrak lease. Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease agrement, dimana didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain: 1. Nama dan alamat lease 2. Jenis barang modal yang diinginkan 3. Jenis atau jumlah barang yang dileasekan 4. Syarat – syarat pembayaran 5. Syarat kepemilikan atau syarat lainnya 6. Biaya – biaya yang dikenakan 7. Sangsi – sangsi apabila lesse ingkar janji Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada pemohon (Lessee) akan dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap lesse tidaklah sama. KEUNTUNGAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) Pembiayaan melalui leasing merupakan pembiayaan yang sangat sederhana dalam prosedur dan pelaksanaannya dan oleh karena itu leasing yang digunakan sebagai pembayaran alternatif tampak lebih menarik. Sebagai suatu alternatif sumber pembiayaan modal bagi perusahaan – perusahaan, maka leasing didukung oleh keuntungan – keuntungan sebagai berikut : 1. Fleksibel. 2. Tidak diperlukan jaminan. 3. Capital saving. 4. Cepat dalam pelayanan. 5. Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional. 6. Sebagai pelindung terhadap inflasi. 7. Adanya hak opsi bagi lesse pada akhir mas lease. 8. Adanya kepastian hukum. 9. Terkadang leasing merupakan satu – satunya cara untuk mendapatkan aktiva bagi suatu perusahaan. KASUS LEASING : Langkah 1 Menghitung NPV ( Net present value ) aktiva. NPV dihitung dengan mempresent-valuekan seluruh arus kas masuk kemudian diselisihkan dengan present value aruskas keluar. Pada perhitungan NPV, Kita gunakan biaya modal sebagai tingkat diskonto. RUMUS : NPV= ∑▒n CIFt/(t=1 (1+k)t) – COF Keterangan : CIFt = Cash inflow pada waktu t yang dihasilkan proyek K = Biaya Modal COF = Initial Cash Outflow (diasumsikan terjadi sekarang) N = Usia Proyek Langkah 2 Menghitung NAL ( Net Advantages to Leasing ). NAL adalah penghematan biaya yang timbul karena kita memiliki alternative leasing daripada membeli active tersebut. RUMUS: NAL= ∑_(t=1)▒n (Ot(1-t)-Rt(1-t)-T.Dt)/(1+rb)t (-Vn(1-T)-COF)/(1+rb)n Keterangan : Ot = Operating Cash Outflow pada waktu t yang terjadi hanya jika aktiva dibeli (tidak Leasing). Biasanya terdiri dari biaya perawatan dan asuransi yang pada kontrak lease akan dibayar oleh lessor Rt = Leasing payment tahunan pada watu t T = Tingkat Pajak pada penghasilan perusahaan Dt = Biaya Depresiasi aktiva pada waktu t Vn = Nilai sisa setelah pajak (Salvage Value After Tax) pada waktu n Cof = Harga pembelian aktiva, yang tidak dibayar lessee jika ia mengeluarkan leasing Rb = Biaya hutang setelah pajak ( Rb = Kd (1-T) ) Kd = Biaya hutang sebelum pajak Langkah 3 Membuat Keputusan Dimana : Jika NPV > 0 dan NAL > 0 , maka Aktiva dapat diperoleh melalui LEASING Jika NPV >0 dan NAL < 0 , maka Aktiva dapat diperoleh dengan cara MEMBELI Jika NPV < 0 dan NAL > 0 , Jangan dulu menolak aktiva tersebut karena sebab akan timbul : NPV + NAL > 0 , maka Aktiva dapat diterima tapi harus diperoleh dengan cara LEASING NPV + NAL < 0 , maka Aktiva atau proyek tersebut DITOLAK Jika NPV < 0 dan NAL < 0 , maka Aktiva atau proyek tersebut DITOLAK Contoh Kasus : Jika sebuah bangunan yang ingin dibeli oleh PT.HANIF JAYA untuk pelebaran proyeknya berharga Rp 50.000.000 Bangunan tersebut didepresiasikan 5 tahun pembayaran pajaknya tanpa nilai sisa dengan metode garis lurus. Perusahaan sedang mempertimbangkan pembeliannya apakah dengan membeli aktiva atau dengan leasing. Jika nilai sisa sebelum pajak pada tahun ke-5 sebesar Rp 8.000.000, bangunan tersebut diperkirakan menghasilkan atus kas sesudah pajak Rp 10.000.000 per tahun. Biaya pemeliharaan bangunan tersebut Rp 2.000.000 pertahun yang dibayar oleh lessor. Jika leasing payment tahunan sebesar Rp 4.000.000 pertahun (ditentukan oleh lessor) dan biaya bunga yang dibayarkan perusahaan jika meminjam dari Bank sebesar 10%. Tentukan apa yang harus dipilih oleh perusahaan bila pajak penghasilan perusahaan adalah 50% dan biaya modal perusahaan 8% Jawab : Langkah 1 NPV = 10.000.000/(1+0.08)1 + 10.000.000/(1+0.08)2 + 10.000.000/(1+0.08)3 + 10.000.000/(1+0.08)4 + 10.000.000/(1+0.08)5 – Rp 50.000.000 = 9.259.259,259 + 8.573.388,203 + 7.938.322.41 + 7.350.298.528 + 6.805.831,969 -50.000.000 = 39.927.100,37 – 50.000.000 = - 10.072.899,63 Langkah 2 Ot (1-t) = 2.000.000 (1-0.5) = 1.000.000 Rt (1-t) = 4.000.000 (1-0.5) = 2.000.000 Dt.T = 10.000.000 (0.5) = 5.000.000 Vn (1-t) = 8.000.000 (1-0.5) = 4.000.000 Rb (1-t) = 0.1 (1-0.5) = 0.05 Tahun Ot(1-t) -Rt (1-t) -Dt.T Jumlah 1 1.000.000 -2.000.000 -5.000.000 -6.000.000 2 1.000.000 -2.000.000 -5.000.000 -6.000.000 3 1.000.000 -2.000.000 -5.000.000 -6.000.000 4 1.000.000 -2.000.000 -5.000.000 -6.000.000 NAL = (-6.000.000)/(1+0.05)1 + (-6.000.000)/(1+0.05)2 + (-6.000.000)/(1+0.05)3 + (-6.000.000)/(1+0.05)4 + (-6.000.000)/(1+0.05)5 – 4.000.000/(1+0.05)5 + Rp 50.000.000 = -5.714.285,714 – 5.442.176,871 – 5.183.025,591 – 4.936.214,849 – 4.701.156,997 – 3.134.104.665 + 50.000.000 = - 29.110.964,69 + 50.000.000 = 20.889.035,31 sumber :http://ruslhysyam-motivasi.blogspot.com/p/hukum-bisnis-leasing.html , www.google.com
Ketahanan Nasional Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang meliputi segenap kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, untuk menjamin identitas, integrasi dan kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional. Sedangkan konsepsi ketahanan nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang serasi dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Wasantara Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan Pertahanan Negara. Demikian bunyi pasal 9 Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pertahanan Negara pada hakekatnya merupakan segala upaya Pertahanan yang bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Dalam perjuangan mencapai cita-cita / tujuan nasionalnya bangsa Indonesia tidak terhindar dari berbagai ancaman-ancaman yang kadang-kadang membahayakan keselamatannya. Cara agar dapat menghadapi ancaman-ancaman tersebut, bangsa Indonesia harus memiliki kemampuan, keuletan, dan daya tahan yang dinamakan ketahanan nasional. Pengertian atau devenisi pertama Lemhanas, yang disebut dalam konsep 1968 adalah sebagai berikut : Ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan kita dalam menghadapi segala kekuatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup Negara dan bangsa Indonesia. Pengertian kedua dari Lemhanas yang disebut dalam ketahanan nasional konsepsi tahun 1969 merupakan penyempurnaan dari konspsi pertama yaitu : Ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang mengandung kemampuan untuk memperkembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup Negara Indonesia. Di bawah ini merupakan sifat-sifat Ketahanan Nasional Indonesia • Mandiri • Dinamis • Manunggal • Wibawa • Konsultasi dan kerjasama Selain itu untuk mengembangkan Ketahanan Nasional Indonesia juga perlu memperhatikan beberapa hal berikut, yaitu: • Masalah kependudukan yang mempengaruhi ketahanan nasional • Pengaruh Aspek Ekonomi • Pengaruh Aspek Sosial Budaya • Pengaruh Aspek Hankam Asas – Asas Ketahanan Nasional Asas ketahanan nasional adalah tata laku yang didasari nilai-nilai yang tersusun berlandaskan Pancasil, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut (Lemhannas, 2000: 99 – 11). a) . Asas kesejahtraan dan keamanan b). Asas komprehensif/menyeluruh terpadu c). Asas kekeluargaan Kedudukan dan Fungsi Ketahanan Nasional Kedudukan dan fungsi ketahanan nasional dapat dijelaskan sebagai berikut : a). Kedudukan : ketahanan nasional merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia serta merupakan cara terbaik yang perlu di implementasikan secara berlanjut dalam rangka membina kondisi kehidupan nasional yang ingin diwujudkan, wawasan nusantara dan ketahanan nasional berkedudukan sebagai landasan konseptual, yang didasari oleh Pancasil sebagai landasan ideal dan UUD sebagai landasan konstisional dalam paradigma pembangunan nasional. b). Fungsi : Ketahanan nasional nasional dalam fungsinya sebagai doktrin dasar nasional perlu dipahami untuk menjamin tetap terjadinya pola pikir, pola sikap, pola tindak dan pola kerja dalam menyatukan langkah bangsa yang bersifat interegional (wilayah), intersektoral maupun multi disipli. Ketahanan nasional juga berfungsi sebagai pola dasar pembangunan nasional. Hubungan Ketahanan Nasional dan Pembangunan Nasional • Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkan ketahanan nasional. Selanjutnya ketahanan nasional yang tangguh akan lebih mendorong lagi pembangunan nasional secara luas dan merata. • Konsepsi Ketahanan Nasional dalam rangka pembangunan nasional berfungsi sebaga pola dasar pembangunan nasional pada hakekatnya adalah arah pembangunan secara terus menerus. • Pembangunan nasional dalam konsepsi ketahanan nasional pada hakikatnya merupakan pengaturan dan penyeleng-garaan hubungan interaksi dan interdepedensiyang se-imbang dan serasi antara gatra menuju sasaran yang diinginkan sumber : http://www.slideshare.net/imp0et/ketahanan-nasional?from=share_email