Sabtu, 16 Juni 2012
LEASING ( SEWA-GUNA-USAHA)
Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang – barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat lansung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
SEJARAH PERKEMBANGAN LEASING
Pranata hukum sewa menyewa yang dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam sejarah paling tidak sudah ada sejak lebih kurang 4500 tahun Sebelum Masehi. Yakni sewa menyewa yang dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang Sumeria.
Perkembangan leasing dalam sejarah Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga fase sebagai berikut:
1.Fase Pengenalan
Fase pertama merupakan fase pengenalan dari bisnis leasing di Indonesia terjadi antara tahun 1974 sampai dengan tahun 1983. Fase pertama kali ini dimulai dengan keluarnya beberapa tahun 1974 yang khusus mengatur tentang pranata hukum leasing tersebut. Dalam fase ini, leasing belum dikenal masyarakat, dan perkembangannyapun tidak begitu pesat. Kosekuensinya jumlah perusahaan leasing waktu itu belum seberapa dan jumlah transaksinyapun masih relative kecil.
Sampai dengan tahun 1980, jumlah perusahaan leasing hanya berjumlah 5 buah dengan besarnya kontrak Rp 22,5 miliar. Dan sampai dengan tahun 1984, jumlah perusahaan leasing bertambah sehingga seluruhnya menjadi 48 buah dengan total kontrak Rp 436,1 miliar.
2. Fase Pengembangan
Fase kedua yang merupakan fase pengembangan ini terjadi kira-kira antara tahun 1984 sampai dengan tahun 1950. Dalam fase kedua ini, bisnis leasing ini cukup pesat perkembangan berbarengan pesatnya pertumbuhan bisnis di Indonesia.
Ini terlihat misalnya pada indicator peran dan kontribusi leasing terhadap investasi nasional sacara keseluruhan. Dalam hal ini, dari 2,60% di tahun 1986 misalnya menjadi 6,32% di tahun 1989. Demikian juga perkembangan perusahaan dan jumlah besarnya kontrak leasing, dimna jumlah perusahaan 89 buah di tahun 1986, dengan nilai kontrak Rp 645 miliar, bertambah menjadi seluruhnya 122 buah perusahaan di tahun 1990, dengan nilai kontraknya tidak kurang dari Rp 4,061 triliyun.
Pada fase kedua ini, beberapa segi operasionalisasi leasing telah berubah, misalnya dalam hal metode perhitungan penyusutan untuk kepentingan perpajakan. Hal ini akibat berlakunya UU pajak 1984. Sementara sistem pelaporan pajak dalm period eke dua ini masih memakai operating metode seperti pada fase sebelumnya,tetapi dengan beberapa distorsi.
3. Fase Konsolidasi
Fase ketiga, yang merupakan fase konsolidasi dari perkembangan leasing di Indonesia ini, terjadi sejak tahun 1991 sampai sekarang. Pada periode ini izin-izin pendirian perusahaan leasing yang sebelumnya diperketat, kemudian dibuka kembali. Perusahaan multi finance juga banyak didirikan pada periode ini. Dan, salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada fase konsolidasi ini adalah diubahnya sistem perpajakan, dari semula dengan operating metode berubah menjadi financial metode. Perubahan sistem perhitungan perpajakan ini mulai berlaku sejak 19 Januari 1991, berdasarkan ketentuan dalam SK Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991.
Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dan untuk membiayai pembelian barang – barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara 3 -5 tahun atau lebih.
Pihak utama dalam leasing, menurut Ahmad Awari, ada beberapa pihak yang terlibat dala perjanjian lease, yaitu sebagai berikut :
1. Pihak perusahaan sewa guna usaha (Lessor) adalah perusahan atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada lessee dalam bentuk barang modal.
2. Perusahaan penyewa (Lesse) adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
3. Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lesse dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.
CIRI-CIRI LEASING
Ciri – ciri adalah sebagai berikut :
1. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda lease tersebut.
2. Hak milik benda lease ada pada leasor
3. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda – benda yang digunakan dalam suatu perusahaan.
JENIS – JENIS LEASING
1. Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang beruba uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
Jumlah rental ini secar keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah fktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee.
b. Sale and lease back
Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.
2. Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya.
Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
3. Sales – Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
4. Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
5. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda.
Penggolongan Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing)
1. Independent Leasing Company
Perusahaan sewa guna usaha merupakan suatu perusahaan yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan suatu produsen barang modal sehingga dalam pembiayaan barang modal yang dilakukan oleh independent leasing company ini dapat beragam ( tidak terfokus kepada satu merek barang modal, tetapi dapat terdiri dari berbagai merek maupun jenisnya).
2. Non Independent Leasing Company
Perusahaan sewa guna usaha ini merupakan suatu perusahaan yang mempunyai hubungan langsung dengan produsen barang modal, dimana pendirian perusahaan sewa guna usaha untuk meningkatkan penjualan barang modal yang diproduksi oleh produsen yang bersangkutan.
3. Captive lessor
Sering juga disebut two party lessor yang melibat dua pihak.
4. Lease broker atau packager
Berfungsi mempertemukan calon lesse dengan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang modal dengan cara leasing tetapi lease broker ini tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya.
PROSEDUR MEKANISME LEASING
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut :
1. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
2. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.
3. Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sew lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
4. Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
5. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.
6. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
7. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada supplier.
8. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
9. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah dditentukan dalam kontrak lease.
Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease agrement, dimana didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain:
1. Nama dan alamat lease
2. Jenis barang modal yang diinginkan
3. Jenis atau jumlah barang yang dileasekan
4. Syarat – syarat pembayaran
5. Syarat kepemilikan atau syarat lainnya
6. Biaya – biaya yang dikenakan
7. Sangsi – sangsi apabila lesse ingkar janji
Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada pemohon (Lessee) akan dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap lesse tidaklah sama.
KEUNTUNGAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)
Pembiayaan melalui leasing merupakan pembiayaan yang sangat sederhana dalam prosedur dan pelaksanaannya dan oleh karena itu leasing yang digunakan sebagai pembayaran alternatif tampak lebih menarik. Sebagai suatu alternatif sumber pembiayaan modal bagi perusahaan – perusahaan, maka leasing didukung oleh keuntungan – keuntungan sebagai berikut :
1. Fleksibel.
2. Tidak diperlukan jaminan.
3. Capital saving.
4. Cepat dalam pelayanan.
5. Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional.
6. Sebagai pelindung terhadap inflasi.
7. Adanya hak opsi bagi lesse pada akhir mas lease.
8. Adanya kepastian hukum.
9. Terkadang leasing merupakan satu – satunya cara untuk mendapatkan aktiva bagi suatu perusahaan.
KASUS LEASING :
Langkah 1
Menghitung NPV ( Net present value ) aktiva. NPV dihitung dengan mempresent-valuekan seluruh arus kas masuk kemudian diselisihkan dengan present value aruskas keluar. Pada perhitungan NPV, Kita gunakan biaya modal sebagai tingkat diskonto.
RUMUS :
NPV= ∑▒n CIFt/(t=1 (1+k)t) – COF
Keterangan :
CIFt = Cash inflow pada waktu t yang dihasilkan proyek
K = Biaya Modal
COF = Initial Cash Outflow (diasumsikan terjadi sekarang)
N = Usia Proyek
Langkah 2
Menghitung NAL ( Net Advantages to Leasing ). NAL adalah penghematan biaya yang timbul karena kita memiliki alternative leasing daripada membeli active tersebut.
RUMUS:
NAL= ∑_(t=1)▒n (Ot(1-t)-Rt(1-t)-T.Dt)/(1+rb)t (-Vn(1-T)-COF)/(1+rb)n
Keterangan :
Ot = Operating Cash Outflow pada waktu t yang terjadi hanya jika aktiva dibeli (tidak Leasing). Biasanya terdiri dari biaya perawatan dan asuransi yang pada kontrak lease akan dibayar oleh lessor
Rt = Leasing payment tahunan pada watu t
T = Tingkat Pajak pada penghasilan perusahaan
Dt = Biaya Depresiasi aktiva pada waktu t
Vn = Nilai sisa setelah pajak (Salvage Value After Tax) pada waktu n
Cof = Harga pembelian aktiva, yang tidak dibayar lessee jika ia mengeluarkan leasing
Rb = Biaya hutang setelah pajak ( Rb = Kd (1-T) )
Kd = Biaya hutang sebelum pajak
Langkah 3
Membuat Keputusan Dimana :
Jika NPV > 0 dan NAL > 0 , maka Aktiva dapat diperoleh melalui LEASING
Jika NPV >0 dan NAL < 0 , maka Aktiva dapat diperoleh dengan cara MEMBELI
Jika NPV < 0 dan NAL > 0 , Jangan dulu menolak aktiva tersebut karena sebab akan timbul :
NPV + NAL > 0 , maka Aktiva dapat diterima tapi harus diperoleh dengan cara LEASING
NPV + NAL < 0 , maka Aktiva atau proyek tersebut DITOLAK
Jika NPV < 0 dan NAL < 0 , maka Aktiva atau proyek tersebut DITOLAK
Contoh Kasus :
Jika sebuah bangunan yang ingin dibeli oleh PT.HANIF JAYA untuk pelebaran proyeknya berharga Rp 50.000.000 Bangunan tersebut didepresiasikan 5 tahun pembayaran pajaknya tanpa nilai sisa dengan metode garis lurus. Perusahaan sedang mempertimbangkan pembeliannya apakah dengan membeli aktiva atau dengan leasing. Jika nilai sisa sebelum pajak pada tahun ke-5 sebesar Rp 8.000.000, bangunan tersebut diperkirakan menghasilkan atus kas sesudah pajak Rp 10.000.000 per tahun. Biaya pemeliharaan bangunan tersebut Rp 2.000.000 pertahun yang dibayar oleh lessor. Jika leasing payment tahunan sebesar Rp 4.000.000 pertahun (ditentukan oleh lessor) dan biaya bunga yang dibayarkan perusahaan jika meminjam dari Bank sebesar 10%.
Tentukan apa yang harus dipilih oleh perusahaan bila pajak penghasilan perusahaan adalah 50% dan biaya modal perusahaan 8%
Jawab :
Langkah 1
NPV = 10.000.000/(1+0.08)1 + 10.000.000/(1+0.08)2 + 10.000.000/(1+0.08)3 + 10.000.000/(1+0.08)4 + 10.000.000/(1+0.08)5 – Rp 50.000.000
= 9.259.259,259 + 8.573.388,203 + 7.938.322.41 + 7.350.298.528 + 6.805.831,969 -50.000.000
= 39.927.100,37 – 50.000.000
= - 10.072.899,63
Langkah 2
Ot (1-t) = 2.000.000 (1-0.5) = 1.000.000
Rt (1-t) = 4.000.000 (1-0.5) = 2.000.000
Dt.T = 10.000.000 (0.5) = 5.000.000
Vn (1-t) = 8.000.000 (1-0.5) = 4.000.000
Rb (1-t) = 0.1 (1-0.5) = 0.05
Tahun Ot(1-t) -Rt (1-t) -Dt.T Jumlah
1 1.000.000 -2.000.000 -5.000.000 -6.000.000
2 1.000.000 -2.000.000 -5.000.000 -6.000.000
3 1.000.000 -2.000.000 -5.000.000 -6.000.000
4 1.000.000 -2.000.000 -5.000.000 -6.000.000
NAL = (-6.000.000)/(1+0.05)1 + (-6.000.000)/(1+0.05)2 + (-6.000.000)/(1+0.05)3 + (-6.000.000)/(1+0.05)4 + (-6.000.000)/(1+0.05)5 – 4.000.000/(1+0.05)5 + Rp 50.000.000
= -5.714.285,714 – 5.442.176,871 – 5.183.025,591 – 4.936.214,849 – 4.701.156,997 – 3.134.104.665 + 50.000.000
= - 29.110.964,69 + 50.000.000
= 20.889.035,31
sumber :http://ruslhysyam-motivasi.blogspot.com/p/hukum-bisnis-leasing.html , www.google.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar