Selasa, 19 April 2011

Prospek Perekonomian Indonesia 2011

Menuju “Investment Grade”?

A.Prasetyantoko

(Dimuat di Majalah InfoBank edisi Oktober 2010)



Menapaki kuartal terakhir 2010, ada hawa optimis yang berhembus dalam ruang perekonomian kita. Harian The New York Times, edisi 5 Agustus 2010 menyebut: Indonesia adalah sebuah model ekonomi, setelah melewati krisis lebih dari sepuluh tahun. Sementara Financial Times (12/08/2010) mengatakan, perekonomian Indonesia merupakan macan yang tengah terbangun.



Negeri ini merupakan salah satu target investasi yang menjanjikan. Tidakkah kita optimis menghadapi tahun 2011?





Tentu saja kita layak optimis. Namun, tetap harus waspada, karena ada beberapa “tantangan struktural” yang juga serius. Kegagalan kita mengelola persoalan-persoalan mendasar, justru akan menjebak kita. Kita hanya akan menjadi bangsa yang labil, karena hanya menjadi target investasi portofolio jangka pendek.

Jika kita tengok kondisi sektor finansial kita, yang meliputi pasar modal, uang, utang dan perbankan, nampaknya tak ada yang mengkuatirkan. Secara umum, peringkat investasi Indonesia terus meningkat, seiring dengan semakin turunnya credit default swap (CDS) sebagai cermin dari risiko investasi. Bahkan, Japan Credit Rating Agency Ltd., (JCRA) telah menaikkan peringkat Indonesia ke level “investment grade” atau BBB- pada bulan Juli lalu. Tidak menutup kemungkinan, lembaga pemeringkat lainnya juga akan menaikkan rating Indonesia di tahun 2011.

Sementara ini, Moody’s masih menempatkan Indonesia dalam 2 tingkat di bawah level investasi (Ba2) dalam evaluasinya Juni lalu. Demikian pula S&P yang pada bulan Maret mengevaluasi peringkat Indonesia dan menetapkan posisi BB+/stable. Dan, Fitch Rating juga menempatkan Indonesia pada satu tingkat di bawah investment grade, yaitu BB+. Selain bersikap optimis, nampaknya kita juga perlu bertanya: faktor-faktor apa sajakah yang akan menghambat kita masuk ke level investasi?

Masih melanjutkan cerita sukses, prospek perbankan kita juga tak kalah kinclong. Di tengah ambruknya sistem perbankan global, perbankan Indonesia justru membukukan tingkat keuntungan yang tinggi, selain menunjukkan tingkat kehati-hatian. Tingkat Net-Interest Margin (NIM) perbankan Indonesia yang mencapai angka sekitar 5,7 persen, merupakan angka paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara sekitar. Bandingkan dengan Singapura yang NIM nya hanya sekitar 2 persen, Malaysia 2,3 persen, Thailand 3,3 persen. Jadi, tak salah jika para bankir asing sangat berminat masuk ke Indonesia, di samping karena potensi pasarnya yang masih sangat luas.

Ternyata, tingkat profitabilitas yang tinggi juga ditopang oleh tingkat kesehatan bank yang tinggi pula. Jika Basel Accord III diterapkan, dipastikan sektor perbankan di Indonesia tidak akan mengalami masalah. Menurut data Bank Indonesia yang dikeluarkan pada bulan Agustus 2010, dari 113 bank yang ada di Indonesia hanya 8 bank yang tingkat kecukupan modalnya (capital adequacy ratio) di bawah 8 persen. Sehingga, untuk mengikuti aturan Basel tentang modal utama atau Tier 1 Capital sebesar 4,5 persen yang harus tercapai pada 2013) dan 6 persen pada 2019, tidak akan menjadi persoalan.



Persoalan Struktural

Secara umum, prospek perekonomian Indonesia tahun 2011 sangat menjanjikan. Dan dengan demikian, potensi untuk memperolah gelar investment grade bukanlah hal yang mustahil. Tetapi, tetap saja ada persoalan-persoalan yang harus segera diatasi. Dan jika tidak, lagi-lagi kita berpotensi akan kehilangan kesempatan untuk kesekian kalinya, di berbagai bidang.

Pada prinsipnya, ada dua bidang besar yang masih menjadi kendala perekonomian kita untuk masuk dalam kritria perekonomian yang kuat. Tantangan pertama terkait dengan masih relatif kecilnya proporsi sektor keuangan kita terhadap skala perekonomian kita yang sangat besar. Dengan demikian, isu financial deepening masih sangat relevan untuk direspon. Kalau perbankan kita stabil dan menguntungkan, so what? Perekonomian maju salah satunya ditandai dengan penetrasi sektor keuangan yang cukup dalam terhadap dinamika perekonomian.

Dalam laporan Bank Dunia, Financial Access 2010, terlihat bahwa jumlah penabung per 1.000 orang di Indonesia masih sangat kecil, yaitu di bawah 1.000. Sementara, Thailand sudah mencapai sekitar 1.500. Bahkan Malaysia sudah lebih dari 3.000. Kecenderungan yang sama juga terjadi dalam hal jumlah pinjaman per 1.000 penduduk. Kita sejajar dengan Kamboja dan Mongolia, dan tertinggal jauh dari Malaysia. Bahkan kita jauh di bawah angka rata-rata untuk negara sedang berkembang.

Data lain yang juga menunjukkan “dangkalnya” sektor finansial di Indonesia adalah rasio jumlah uang beredar (broad money/M2) terhadap PDB yang juga masih kecil, dan bahkan ada kecenderungan semakin mengecil hingga tahun 2007 lalu. Tentu saja, hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari otoritas moneter dan pemerintah. Terkait dengan rencana pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertanyaan yang layak diajukan, siapa nanti yang akan bertanggungjawab mendorong financial deepening?

Persoalan struktural kedua terkait dengan tingkat daya saing sektor riil kita yang masih relatif buruk. Meski World Economic Forum (WEF) dalam “World Competitiveness Report” telah menaikkan indeks daya saing kita dari 54 menuju 44 untuk periode 2010-2011 ini, tetapi tidak serta-merta terjadi perubahan mendasar. Dari laporan tersebut, terlihat bahwa membaiknya tingkat daya saing kita lebih didorong oleh perbaikan faktor-faktor makro ekonomi, seperti tingkat inflasi yang terjaga, pertumbuhan yang relatif tinggi di tengah krisis global, suku bunga yang reletif rendah dsb.

Namun, kalau kita tengok sisi fundamental dari daya saing, seperti ketersediaan infrastruktur, dukungan birokrasi serta kualitas kesehatan dan pendidikan masyarakat, kita masih terbilang buruk. Dengan demikian, masih ada banyak pekerjaan yang diselesaikan untuk benar-benar meningkatkan daya saing kita. Bisa jadi, kalau kita hanya bertumpu pada stabilitas makro, tahun depan kembali melorot, kalau terjadi goncangan pada sisi makro ekonomi.

Tanpa perbaikan infrastruktur, ketersediaan sumber daya energi serta dukungan birokrasi, sektor riil pada dasarnya tidak akan bergerak cepat. Dan jika itu terjadi, stabilitas sektor finansial tidak akan berarti banyak dalam peningkatan kapasitas ekonomi. Konkritnya, tidak akan ada pergerakan sektor produksi yang meningkatkan daya beli masyarakat, dan akhirnya kemampuan membayar pajak. Jika siklus ini gagal dicapai, maka investment grade tidak akan ada artinya.



Manfaat Investment Grade

Jika pemerintah gagal mendinamisir sektor produksi, melalui peningkatan kapasitas investasi riil, dikuatirkan potensi investment grade yang sudah di depan mata juga tidak bisa diraih. Lembaga pemeringkat tentu tidak bisa dikelabui dengan menutup fakta-fakta riil di lapangan. Kalaupun sekarang modal asing masuk deras, itu bukan semata-mata karena alasan fundamental ekonomi domestik, tetapi juga faktor eksternal.

Dan jika perbaikan struktural gagal dicapai oleh Indonesia, sebenarnya perekonomian kita hanya layak untuk menanam modal portofolio saja, yang bisa angkat kali sewaktu-waktu ada dorongan, baik dari sisi domestik maupun global. Tahun 2011 adalah penentuan, apakah potensi ekonomi Indonesia akan benar-benar terealisasi, atau sekedar ilusi. Dan untuk tidak membuat ilusi, maka pekerjaan konkrit sudah menunggu: membangun infrastruktur, mereformasi birokrasi, merancang kebijakan energi, pengembangan industri dsb.

sumber :http://www.mertodaily.com/index.php/component/content/article/36-domestic-economic-news/385-prospek-perekonomian-indonesia-2011

Kamis, 14 April 2011

60,5 Persen Pemuda Indonesia Pengangguran

BANDUNG: Hasil pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, sebanyak 60,5% pemuda usia 16 tahun hingga 20 tahun di seluruh provinsi di Indonesia tidak memiliki pekerjaan tetap, atau pengangguran.

Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemudan dan Olahraga Zubarkhum Tjereng menjelaskan data tingginya angka pengangguran tersebut merupakan hasil servei BPS tahun 2008, dan masih berlaku hingga 2010.

“Itu hasil pendataan BPS terhadap pemuda usia 16 hingga 20. Sedangkan Jika pendataan juga dilakukan terhadap pemuda hingga usia 30 tahun, angkanya bisa lebih dari 60,5%. Untuk itu perlu segera dilakukan langkah-langkah tepat, agar tidak menjadi persoalan di masyarakat,” jelas Zubarkhum usai menggelar Rapat Koordinasi Lintas Sektor Provinsi Bidang
Pengembangan Pemuda di Bandung, Jabar, Kamis (7/4).

Menurutnya, persoalan pengangguran di kalangan pemuda merupakan satu dari sekian banyak permasalahan yang ada.

“Selain pengangguran, juga terbatasnya sumber daya pembiayaan bagi kegiatan pemuda. Sehingga bisa berdampak pada kemerosotan karakter, pergaulan bebas, narkoba dan masalah lainnya,” ujarnya.

Ia menambahkan untuk mengatasi persoalan tersebut pihaknya memiliki sedikitnya ada lima program, antara lain kepramukaan, kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan tenaga kepemudaan.

“Untuk mengefektifkan program tersebut, Kemenpora melibatkan 21 kementerian.”

Sementara itu, Ketua Tim Ahli Deputi II Kemenpora, Diebel Effendi, mengatakan besarnya angka pengangguran pemuda Indonesia, harus menjadi prioritas pemerintah. Sebab jika pengangguran ini tak dicari solusinya, hal itu akan menjadi pemicu persoalan sosial di masyarakat.

Persoalan pengangguran, kata dia, tak lepas dari arus urbanisasi masyarakat desa ke kota. Terjadinya urbanisasi karena tak tersedianya lapangan kerja di desa.

“Jadi wajar masyarakat desa, khususnya kaum muda, memilih mencari pekerjaan ke kota,” ujar dia.

Mengutip data yang dirilis World Youth Report 2010 yang dikeluarkan PBB, Diebel mengatakan, urbanisasi pemuda yang merupakan lingkaran penyebab kemiskinan dan pengangguran pertumbuhannya mencapai tiga persen di perkotaan. Sedangkan di pedesaan tidak mengalami pertumbuhan.

Di Indonesia, kata dia, pada kurun waktu 1990-2005, pertumbuhan pemuda di perkotaan mencapai 3%, sementara di pedesaan -1%.

“Angka ini harus benar-benar kita amati dan dicari solusinya,” tuturnya.

Salah satu program yang sedang dijalankan oleh Kemenpora untuk mengatasi pengangguran ini yaitu melalui kegiatan Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan.

Untuk 2011 ini, kata dia, Kemenpora akan merekrut sebanyak 1.000 sarjana untuk diterjunkan dalam program ini. Mereka akan
diseleksi dengan melibatkan universitas yang ada di seluruh Indonesia.

Para sarjana, imbuh dia, akan dididik dan kemudian diterjunkan ke pedesaan untuk membantu masyarakat setempat menjadi wirausahawan.

“Ini tentunya disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Tiap provinsi mendapat jatah 30 sarja penggerek pembangunan, dengan biaya awal Rp20 miliar,” kata dia. (EM/OL-3)

Source: media indonesia

sumber :http://arsipberita.com/show/605-persen-pemuda-indonesia-pengangguran-199668.html

Presiden tidak Bisa Larang Pembangunan Gedung DPR

JAKARTA: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak bisa melarang DPR membangun gedung baru yang konon mencapai harga Rp1,138 triliun. Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan, Presiden tidak dalam kapasitas untuk melarang. Apa yang disampaikan Presiden dalam pertemuan itu (Kamis ,7/4) adalah agar bisa lebih dihemat, kata Sudi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (11/4).

SBY dalam rapat terbatas dengan agenda Langkah-Langkah Optimasi dan Efisiensi Penggunaan Anggaran Negara di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (7/4) memang meminta agar pembangunan gedung baru DPR ditinjau ulang. Sehingga dana yang semula dianggarkan bisa dialokasikan untuk hal-hal lain seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pengurangan angka kemiskinan.

“Saya memahami bahwa ada urgensi, ada keperluan, untuk membangun gedung dan perkantoran. Tidak mungkin tanpa tujuan, tanpa sasaran, tanpa urgensi. Namun, dengan semangat optimasi dan efisiensi, saya persilakan untuk dilihat sekali lagi. Apakah masih ada yang bisa diefisienkan?” kata SBY.

Sudi menambahkan, Kepala Negara meminta agar rencana pembangunan gedung baru DPR disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU). Bahkan, SBY akan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menguatkan Permen. Diharapkan itu yang jadi pedoman, seperti apa standarnya, ujar Sudi.

Ia enggan mengomentari gugatan sejumlah LSM salah satunya Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) kepada SBY terkait rencana pembangunan gedung baru DPR. Sudi justru balik bertanyak kenapa Presiden justru digugat. Kenapa Presiden digugat, apa alasannya? Saya nggak komentar

sumber : http://arsipberita.com/show/presiden-tidak-bisa-larang-pembangunan-gedung-dpr-202296.html

PEREKONOMIAN INDONESIA

1. Jelaskan dengan singkat yang dimaksut dengan :
A.Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
B.Kemiskinan adalah Menurut Sorjono Soekanto (1990), mengartikan tentang kemiskinan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.

2. Sebutkan dan Jelaskan Faktor-Faktor penyebab terjadinya Kemiskinan (5min) :
1. Pendapatan Rendah : Karena pendapatan yang didapatkan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
2. Bencana Alam : Karena bencana alam disuatu negara bisa berdampak buruk terhadap perekonomian karena banyak orang-orang yang kehilangan harta benda karena bencana tersebut,
3. Pendidikan Rendah : Karena tingkat pendidikan yang rendah disuatu negara bisa berakibat banyaknya orang-orang yang tidak mempunyai skill dan tidak dapat bersaing dalam dunia kerja sehingga terjadinya pengangguran.
4. Kesehatan Buruk : Kesehatan buruk juga dapat menjadi dampak kemiskinan suatu negara.
5. Konflik Sosial : Konflik sosial juga termasuk salah satu penyebab terjadinya kemiskinan disuatu negara.

3. Sebutkan dan jelaskan program pemerintah saat ini untuk menanggulangi kemiskinan di indonesia (min3) :
1. Rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN)yang didalamnya terdapat beberapa tujuan yaitu :
- Menciptakan indoensia yang aman dan damai
- Menghujudkan indonesia yang adil dan demokratis
- Meningkatkan kesejahteraan Rakyat
2. Strategi nasional penanggulangan kemiskinan (SNPK) yang meliputi :
- Rencana aksi pemantapan kerangka Makro
- Rencana aksi pemenuhan hak-hak dasar
- Rencana aksi kesetaraan gender
- Rencana aksi pengurangan kesenjangan antar wilayah
3. Sembilan prioritas program kerja pada rencana kerja pemerintah meliputi :
- Penanggulangan kemiskinan
- Peningkatan kesempatan kerja, investor dan ekspor
- Revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan dan perdesaaan
- Peningkatan dan aksebilitas dan Kualitas pendidikan dan kesehatan
- Penegakan Hukum dan HAM Pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi
- Peningkatan kemampuan pertahanan pemantapan keamanan dan ketertiban
- Percepatan pembangunan infrastruktur
- Pembangunan daerah perbatasan dan wilayah terisolir


Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2132986-pengertian-kesenjangan-ekonomi/#ixzz1JUtAhQdF
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAK4.pdf